Mukjizat Allah

21.05 Posted In Edit This 0 Comments »
Pada tanggal 27 februari 2010, sekolahku mengkuti lomba olimpiade biologi sepulau Lombok. Di sekolahku, mengirimkan 3 siswa sebagai pesertanya yaitu ka Masri ( XI IPA 2 ), yus ( XB), dan aku sendiri ( XA ). Dalam hati, aku senang sekali. Apalagi ini adalah kali pertamanya aku mengikuti lomba olimpiade biologi. Di sisi lain, aku juga takut kalau-kalau aku tidak pulang menjadi juara. Aku takut mengecewakan para guru, yang telah mempercayai kami bertiga untuk menjadi wakil sekolah.

Sehari sebelum lomba dilaksanakan, kami mengikuti technical meeting bagi para official dan peserta. Kami mengambil nomor peserta dengan lotre. Aku, mendapatkan nomor urut 87, ka Masri 53 dan Yus 59. aku sedikit kecewa, karena ternyata dari kami bertiga yang tidak satu ruangan hanya aku saja. Sedangkan ka Masri dan Yus satu ruangan.

Ke esokan harinya, aku merasa menjadi pusat perhatian seantero sekolah. Banyak yang mengejekku, karena mereka pikir aku salah seragam. Hari sabtu, bukannya pakai seragam warna krem tapi malah memakai seragam biru putih. Tapi aku maklum, mereka boleh saja bilang begitu karena mereka tidak tahu kalau aku hari itu di tuntut menggunakan seragam biru putih. Ketika ditanya teman-teman sekelaspun, aku hanya mengiyakan kalau aku lupa hari dan salah seragam.

Kejutan ternyata tidak berhenti sampai disitu, ketika lomba hampir di mulai, ada pengumuman dari panitia bahwa peserta bertambah. Rasanya aku menjadi patah semangat mengetahui semua itu. Banyak pertanyaan yang ada dalam pikiranku. Salah satunya adalah, bisakah aku menjadi pemenang di antara sekian banyak siswa sepulau lombok yang rata-rata dari mereka adalah kakak kelasku ?? tapi apa boleh buat, aku sudah terlanjur menerima tugas ini. Jadi sebisa mungkin, aku akan berusaha.

Ujian pertama adalah ulangan tulis. Kami di beri 100 soal, dimana sistim penilaiannya adalah salah di minus satu. Jadi, aku tidak akan menjawab soal yang tidak aku ketahui agar nilanya tidak minus satu. Ketika membaca soal, kepalaku serasa pusing. Dari sekian banyak soal, hanya sedikit yang soalnya seperti soal UN. Yang lainnya adalah soal biasa. Padahal, aku hanya membaca tentang soal-soal yang biasa keluar di UN. Sekali lagi, aku berusaha untuk mencoba sebaik mungkin.

Ketika jam mengerjakan telah habis, aku menjadi kecil hati. Aku merasa, bahwa aku tidak akan bisa masuk dalam nominal 20 besar. Setengah jam untuk beristirahat dan makan siangpun telah usai. Saatnya melihat siapa-siapa saja yang masuk dalam nominal 20 besar di papan pengumuman. Aku hanya melihat sekilas, sepertinya aku gugur di awal perlombaan ini. Tapi betapa senangnya aku, ketika aku melihat namaku tercantum dalam nominal 20 besar, tepat di urutan 20.

Di babak kedua ini, aku harus teliti. Karena bukan latihan tulis yang di berikan, melainkan praktikum. Official dari sekolah, yang tepatnya adalah guru biologiku mengatakan bahwa kemungkinan praktikum di babak kedua ini adalah materi kelas 2 atau kelas 3. karena aku masih kelas satu, dan belum pernah melakukan praktikum ini, harus bisa menguasai materinya. Apalagi, harapan sekolah satu-satunya hanyalah aku. Ka Masri dan Yus gugur dalam babak pertama.

Babak kedua dimulai. Ternyata, apa yang dikatakan oleh guru biologiku benar. Praktikum ini adalah materi pelajaran kelas 2. yaitu, mengetahui kandungan protein di dalam urine. Aku agak lega, karena aku sudah menguasai materi ini, walaupun tidak seberapa. Aku lakukan praktikum sesuai dengan petunjuk. Setelah selesai, aku menuliskan hasil praktikumku di selembaran kertas.

Di saat aku menunggu, baru aku sadar bahwa aku tidak menggunakan beberapa bahan sama sekali. Aku gugup, ingin aku mengulanginya lagi, tapi itu semua tidak mungkin. Karena hasil praktikumku telah di pegang oleh juri, dan setiap masing-masing peserta di nilai oleh satu juri yang berbeda-beda. Berarti, apa yang peserta lakukan ketika praktikum juga mendapat poin.

Aku menyesal, sepertinya kali ini, di babak kedua ini aku tidak akan bisa masuk ke sepuluh besar. Aku telah melakukan hal yang fatal. Aku sedih, karena kecerobohanku, tidak bisa aku atasi sendiri. Rasanya ingin aku menangis, karena aku telah mengecewakan semua orang yang telah mendukungku. Tapi aku bertahan, aku hirup napas panjang-panjang dan mengeluarkannya perlahan. Setidaknya apa yang kulakukan ini sedikit menenangkanku sambil menunggu jam praktikum usai.

Setelah menunggu beberapa saat, juri akan mengumumkan siapa-siapa saja yang masuk dalam sepuluh besar. Tak kusangka-sangka, ternyata aku masuk dalam sepuluh besar dan berada di urutan 5. aku bersyukur sekali mengetahui hal ini. Rasa bahagia diam-diam hadir dan mengusir rasa sedihku. Di babak ketiga ini, adalah pengambilan 6 besar sebagai juara dan juara harapan.

Di babak ketiga ini, aku benar-benar bertekad untuk lebih baik lagi. Dan tidak mengulangi kecerobohanku. Tapi sayang, lagi-lagi aku ceroboh. Dalam praktikum, harusnya aku memasukkan tabung reaksi tempat aku mebuat bahan praktikum yang berbeda-beda untuk mengetahui peranan air liur ke dalam gelas berisi air mineral untuk pembakaran. Tapi, aku malah menuangkan bahan praktikumku ke dalam gelas.

Aku pun di tegur oleh juri yang mengawasiku. Dia mengatakan apa yang aku lakukan itu salah. Jadi, akupun memulai semuanya lagi dari awal. Yaitu membuat bahan praktikum lagi. Ketika aku mengulang semua itu, juri mengatakan bahwa beliau kecewa denganku. Karena kesalahan yang aku perbuat tadi sangat fatal. Dan beliau juga mengatakan kalau aku harus sabar jika di olimpiade ini tidak mendapat juara karena aku bisa mengikutinya lagi satu tahun yang akan datang.

Ketika jam praktikum selesai, berulang kembali penyesalanku. Ketika aku mengatakan bahwa di babak terakhir ini aku melakukan kesalahan yang sangat fatal, jelas sekali bahwa guru biologiku sangat kecewa. Lalu akupun mengajak beliau, ka Masri dan Yus untuk pulang. Karena aku rasa percuma kami tetap disana, toh kami tidak ada yang mendapat juara. tapi beliau bersikukuh untuk tetap melihat siapa-siapa saja yang menjadi juara.

Sebelum pembacaan pemenang di mulai, ada banyak sambutan-sambutan dari panitia. Dengan setengah hati aku mendengarkannya. Rasanya aku tidak sanggup untuk melihat para pemenang dan aku pulang dengan tangan hampa. Pembacaan pemenang akan di mulai. Yang paling pertama di umumkan adalah juara harapan satu. Seperti disambar petir, tatkala namaku disebut sebagai juara harapan satu. Aku sungguh tidak menyangka bahwa aku bisa masuk dalam 6 besar dan menjadi juara harapan satu.

Disini aku merasakan, bahwa mukjizat Allah telah menyertaiku. Selain itu, doa dari para bapak ibu guru dan juga teman-temanku yang bisa membuatku seperti ini. Dan para juri, terutama ka Nunung, juri yang menilaiku di babak ketiga. Berkat nilai dari beliau, aku bisa pulang sebagai juara harapan satu. Tapi aku tidak boleh sesumbar. Ini baru awal. Masih ada banyak hal lagi yang harus aku lalui. Tapi, tanpa support mereka semua,aku tidak yakin kalau aku bisa menjadi seperti ini. Thank God and thanks all..

0 komentar: